Provinsi Sulawesi Selatan
- Kabupaten Bantaeng
- Kabupaten Barru
- Kabupaten Bone
- Kabupaten Bulukumba
- Kabupaten Enrekang
- Kabupaten Gowa
- Kabupaten Jeneponto
- Kabupaten Luwu
- Kabupaten Luwu Timur
- Kabupaten Luwu Utara
- Kabupaten Maros
- Kabupaten Pangkajene Kepulauan
- Kabupaten Pinrang
- Kabupaten Selayar
- Kabupaten Sidenreng Rappang
- Kabupaten Sinjai
- Kabupaten Soppeng
- Kabupaten Takalar
- Kabupaten Tana Toraja
- Kabupaten Toraja Utara
- Kabupaten Wajo
- Kota Makassar
- Kota Palopo
- Kota Pare-Pare
Tanggal hari jadi : 19 Oktober 1669
Ibukota : Makasar
Luas Wilayah: 45.764,53 km2
Wilayah Administrasi :
Kabupaten : 21
Alamat : Jl. Urip Sumoharjo No.269, Panaikang, Kec. Panakkukang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90231
Wesite : sulselprov.go.id
Sulawesi Selatan (disingkat Sulsel, Lontara: ᨔᨘᨒᨓᨙᨔᨗ ᨔᨛᨒᨈ ) adalah sebuah provinsi di semenanjung selatan Sulawesi. Kepulauan Selayar di selatan Sulawesi juga merupakan bagian dari provinsi tersebut. Ibu kota provinsi ini berada di Kota Makassar. Provinsi ini berbatasan dengan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat di utara, Teluk Bone dan Sulawesi Tenggara di timur, Selat Makassar di barat, dan Laut Flores di selatan.
Sensus 2010 memperkirakan jumlah penduduk sebanyak 8.032.551 jiwa yang menjadikan Sulawesi Selatan sebagai provinsi terpadat di pulau itu (46% dari populasi Sulawesi ada di Sulawesi Selatan), dan provinsi terpadat keenam di Indonesia. Pada Sensus 2020 ini telah meningkat menjadi 9.073.509. Suku bangsa utama di Sulawesi Selatan adalah suku Bugis, Makassar, Toraja, dan Mandar. Perekonomian provinsi ini didasarkan pada pertanian, perikanan, dan pertambangan emas , magnesium , besi dan logam lainnya. pinisi adalah sebuah kapal layar tradisional Indonesia bertiang dua, masih digunakan secara luas oleh orang Bugis dan Makassar, sebagian besar untuk tujuan transportasi, kargo, dan penangkapan ikan antar pulau di kepulauan Indonesia.
Sebelum Proklamasi RI, Sulawesi Selatan, terdiri atas sejumlah wilayah kerajaan yang berdiri sendiri dan didiami empat etnis yaitu ; Bugis, Makassar, Mandar dan Toraja.
Ada tiga kerajaan besar yang berpengaruh luas yaitu Luwu, Gowa dan Bone, yang pada abad ke XVI dan XVII mencapai kejayaannya dan telah melakukan hubungan dagang serta persahabatan dengan bangsa Eropa, India, Cina, Melayu dan Arab.
Setelah kemerdekaan, dikeluarkan UU Nomor 21 Tahun 1950 dimana Sulawesi Selatan menjadi propinsi Administratif Sulawesi dan selanjutnya pada tahun 1960 menjadi daerah otonom Sulawesi Selatan dan Tenggara berdasarkan UU Nomor 47 Tahun 1960. Pemisahan Sulawesi Selatan dari daerah otonom Sulawesi Selatan dan Tenggara ditetapkan dengan UU Nomor 13 Tahun 1964, sehingga menjadi daerah otonom Sulawesi Selatan.
Periode Gubernur :
I. Gubernur Sulawesi
1945 – 1949 DR. G. S.S.J. Ratulangi
1950 – 1951 B. W. Lapian
1951 – 1953 R. Sudiro
1953 – A. Burhanuddin
1953 - 1956 Lanto Dg. Pasewang
1956 – 1959 A. Pangerang Pettarani
II. Gubernur Sulawesi Selatan dan Tenggara :
1959 – 1960 A. Pangerang Pettarani
1960 – 1966 A. A. Rivai.
III. Gubernur Sulawesi Selatan
1966 – 1978 Ahmad Lamo (Dua periode)
1978 – 1983 Andi Oddang
1983 – 1993 A. Amiruddin (Dua periode)
1993 - 2003 H. Z. B. Palaguna (Dua periode)
2003 - 2008 H. M. Amin Syam
Menurut catatan sejarah Budaya Sulsel, ada tiga kerajaan besar yang pernah berpengaruh luas yakni Kerajaan Luwu, Gowa, dan Bone, disamping sejumlah kerajaan kecil yang beraliansi dengan kerajaan besar, namun tetap bertahan secara otonom. Berbeda dengan pembentukan Propinsi lain di indonesia, Sulsel terbentuk menjadi satu kesatuan wilayah administratif tingkat propinsi, atas kemauan dan ikrar raja-raja serta masyarakat setempat sekaligus bergabung dalam negara kesatuan Republik Iindonesia, sehingga Sulsel menjadi salah satu propinsi di Indonesia yang diatur dalam UU Nomor 21 tahun 1950 dan Makassar sebagai pusat pemerintahan.
Dengan undang-undang ini maka Wilayah Administratif Sulsel terbagi menjadi 21 daerah swantantra tingkat II dan 2 (dua) kotapraja yakni Makassar dan Parepare. Status Propinsi Administratif Sulawesi berakhir pada tahun 1960 yang ditetapkan dengan UU Nomor 47 Tahun 1960 dan secara otonom membagi Sulawesi menjadi Propinsi Sulawesi Selatan Tenggara beribukota Makassar dan Propinsi Sulawesi Utara-Tengah beribukota Manado, Empat tahun kemudian pemisahan wilayah Sulawesi Selatan dan Tenggara ditetapkan dalam II Nomor 13 Tahun 1964 dan Sulawesi Selatan resmi menjadi daerah otonom dan terus disempurnakan dengan ditetapkannya UU No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah yang menggabungkan wilayah administratif daerah-daerah otonom dalam satu penyebutan yaitu Daerah Tingkat II atau Kotamdya dan Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Selanjutnya Propinsi daerah Tingkat I Sulawesi Selatan terbagi dalam 23 Kabupaten/Kotamadya serta 2 (dua) Kota Administratif yakni Palopo di Kabupaten Luwu dan Watampone di kabupaten Bone. Sedangkan yang sangat berarti adalah perubahan nama ibukota Propinsi sulawesi Selatan dari makassar ke Ujung Pandang yang ditetapkan dalam PP Nomor 51 tahun 1971 Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 65 tahun 1971.
Budaya dan adat istiadat
Salah satu kebiasaan yang cukup dikenal di Sulawesi Selatan adalah Mappalili. Mappalili (Bugis) atau Appalili (Makassar) berasal dari kata palili yang memiliki makna untuk menjaga tanaman padi dari sesuatu yang akan mengganggu atau menghancurkannya. Mappalili atau Appalili adalah ritual turun-temurun yang dipegang oleh masyarakat Sulawesi Selatan, masyarakat dari Kabupaten Pangkep terutama Mappalili adalah bagian dari budaya yang sudah diselenggarakan sejak beberapa tahun lalu. Mappalili adalah tanda untuk mulai menanam padi. Tujuannya adalah untuk daerah kosong yang akan ditanam, disalipuri (Bugis) atau dilebbu (Makassar) atau disimpan dari gangguan yang biasanya mengurangi produksi.
Wisata
Sulawesi Selatan terkenal dengan destinasi dan daya tarik wisatanya, diantaranya:
- Pantai Losari (Makassar)
- Benteng Ujungpandang atau Fort Roterdam (Makassar)
- Pulau Lae-lae (Makassar)
- Pulau Samalona (Makassar)
- Makam Raja-raja Tallo (Makassar)
- Istana Raja Gowa (Gowa)
- Makam Raja-raja Gowa (Gowa)
- Makam Syekh Yusuf (Gowa)
- Benteng Somba Opu (Gowa)
- Malino (Gowa)
- Rumah Hijau Denassa (RHD) dan Kebun Denassa (Gowa)
- Pulau Sanrobengi (Takalar)
- Topejawa (Takalar)
- Birtaria Kassi (Jeneponto)
- Pantai Marina (Bantaeng)
- Pantai Tanjung Bira (Bulukumba)
- Makam Dato Tiro (Bulukumba)
- Taka Bone Rate (Kepulauan Selayar)
- Hutan Mangrove Tongke-tongke (Sinjai)
- Taman Purbakala Gojeng (Sinjai)
- Karampuang (Sinjai)
- Pulau Sembilan (Sinjai)
- Bola Soba (Bone)
- Lejja (Soppeng)
- Citta (Soppeng)
- Danau Tempe (Wajo)
- Datae (Sidenreng Rappang)
- Lemo Susu (Pinrang)
- Kete Kesu (Toraja Utara)
- Lemo (Toraja Utara)
- Pasar Bolu (Toraja Utara)
- Danau Matano (Luwu Timur)
- Danau Tondano (Luwu Timur)
- Senggol (Pare-pare)
- Taman Purbakala Sumpang Bita (Pangkajene Kepuluan)
- Pulau Mustika (Pangkajene Kepulauan)
- Karaengta (Maros)
- Bantimurung (Maros)
- Rammang-ramang (Maros)
- Taman Purbakala Leang-leang (Maros)
Senjata Tradisional
- Badik, senjata berupa pisau panjang/pendek dengan bentuk khas
- Papporok, senjata rakitan berbentuk senjata api
- Kawali, senjata dengan gagang kayu yang bengkok dan bilah bermata satu yang panjang, ramping, dan runcing pada ujungnya
- Bessing, senjata yang menyerupai tombak terbuat dari besi atau logam
- Kanna, senjata berupa perisai yang berfungsi untuk melindungi diri dari serangan senjata para musuh
- Pantu', senjata sejenis tongkat yang terbuat dari bahan kayu bulat dengan bebatan besi pada bagian pangkalnya
- Tado', senjata berupa jerat yang digunakan untuk menangkap binatang buruan
- Alamang, senjata jenis pedang berbentuk lurus dan tajam di bagian bawah dengan ujung meruncing
- Seppu, senjata sejenis sumpitan yang terbuat dari bilah kayu
- Waju Rante, senjata berupa pelindung diri yang dikenakan pada badan
- Busur, senjata berupa panah katapel